Senin, 11 Mei 2015

Puisi Cinta Untuk Ayah

AYAH
Kala Siang Menuju Asar
Puisi Itu Telah Hilang
Bersama Awan Yang Menghadang
Teriring Do’a Yang Menyerang
                Ayah,,,
                Mata Yang Berbinar
                Menerangi,,,Alam Yang Kelam
                Kemana,,,
Di Sini,,,…Hampa,,
Ayah,,,
Demi Subuh Sebelum Isa
Tangis Anak Penuh Duka
Kau Pergi Meninggalkan Asa
Kami Darahmu Yang Tercinta,,
                Ayah,,,
                Kini Alam Yang Memisah,,
                Kilauan Cinta Tetap Terikat
                Amalmu Telah Terputus
                Hanya Kalimat Ilahi,,,Bagai Untaian Sutra
                Dari Kami Untuk Rindu,,
                Seorang Ayah,,,
Ayah,,
Kehidupankan Terus Berlanjut
Sampai Bertemu di Alam Malakut
Hingga Ajal Menjemput,,
Untuk Pilu Kami,,,Padamu,,,
Ayah,,,
                                                Oleh : E S Sagita
               
                

Minggu, 10 Mei 2015

PUISI

BANTENKU


DIKALA MALAM PENUH BINTANG,,..
REMBULANPUN TERSENYUM RIANG..,,
TAPI SAYANG,,,,
SEMUA TAWA MENJADI HILANG
BERSAMA AWAN YANG DATANG
MEMBAWA TINTA KELAM YANG MENGHADANG,,,,
       HUJAN KAU HUBUNGKAN KARUNIA ILLAHI,,
       DUA CINTA ANTARA LANGIT DAN BUMI,,,
       DI SUDUT KOTA SEBUAH PROPINSI,,
       TERDENGAR JERIT ANAK IBU PERTIWI       
BANTENKU,,,,,
ADA APA DENGANMU,,,,
BANGUNLAH,,,,DAN DENGARLAH..,,,
TAWA,,,
TANGIS,,,
ANAK PROPINSI..
       JANGANLAH ENGKAU TULI..
       DEMI HARGA DIRI,,
       MENGORBANKAN ANAK NEGRI
WAHAI MENTARI,,,..
MUNCULLAH DAN TERANGI
SEMUA YANG ADA DI SINI,,,
DEMI BANTEN YANG KUKASIHI,,,, 
       BANTENKU,,,,BANGKITLAH,,,,!
        IBU PERTIWI MENANTI,,,,.

Buah Karya: ENDANG S SAGITA

Jumat, 08 Mei 2015

PERAN TIK DALAM PENINGKATAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN


TUGAS INDIVIDU
P A P E R
PERAN TIK DALAM PENINGKATAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : TEKHNOLOGI INFORMASI DAN PENDIDIKAN
DOSEN : Dr.Ir.H FATAH SULAIMAN




  

OLEH :

ENDANG SASMITA SAGITA
NIM : 7772140026
KELAS: TPM E





PROGRAM PASCASARJANA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
           
A.    Latar Belakang
Teknologi Komunikasi dan Informasi Dalam Pendidikan Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke“on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut“cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media Teknologi Komunikasi dan Informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learningmerupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dan sebagainya.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb, termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "Cyber Classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) Komputer Notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) Alat-alat musik, (5) Alat olah raga, dan (6) Bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Pemikiran
Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum di dalam sistem pendidikan dan dalam perkembangan proses kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum harus dikerjakan dengan teliti. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas berbagai hal, misalnya landasan filosofis, analisis, psikologis, empiris, politis dan lain sebagainya.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 menegaskan paling tidak terdapat dua tujuan Pendidikan Nasional, yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan. Menurut Soedijarto (1993: 70) pendidikan nasional selain bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa masih dituntut pula untuk : (1) meningkatkan kualitas manusia, (2) meningkatkan kemampuan manusia termasuk kemampuan mengembangkan dirinya, (3) meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia, dan (4) ikut mewujudkan tujuan nasional. Dengan menyadari hal itu, pengembangan kurikulum perlu selalu berorientasi pada perkembangan zaman dan masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal 37 UU No. 2 Tahun 1989, menyiratkan kaidah-kaidah, bahwa kurikulum harus dapat memberikan suatu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk dapat: (1) mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan serta kemampuan mengembangkan diri (2) kemampuan akademik dan atau profesional untuk menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun untuk kesenian (Soedijarto, 1993: 47).
Sementara itu Ki Hajar Dewantara (1946: 15) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan faktor penting sebagai akar pendidikan suatu bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam mengembangkan kurikulum, kedudukan kebudayaan merupakan variabel yang penting.
Winarno Surakhmad (2000: 4) menyatakan bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang mengutamakan kemandirian dan menghargai kodrat, hak serta prestasi manusia. Ini berarti dalam pengembangan kurikulum sesuatu yang konkrit dan bersifat empiris dari suatu komunitas sosial tidak dapat dipisahkan, di samping tuntutan kemampuan masyarakat itu sendiri.

Dengan bercermin pada kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang ditempa oleh fenomena sosial yang amat besar yaitu gelombang reformasi dan isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan lingkungan hidup, maka perlu kajian-kajian yang mendalam guna reposisi maupun reorientasi kurikulum. 
Tuntutan masyarakat pada hakikatnya adalah amat kompleks dan beragam, sebab hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologis tiap-tiap individu. Perbedaan individu berhubungan dengan perkembangannya, latar belakang sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya, merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan lain yang diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori belajar, yaitu tentang bagaimana peserta didik belajar. Banyak sekali teori belajar yang dikenal saat ini. Teori-teori tersebut dikembangkan terutama dari psikologi, Ratna Wilis Dahar (1989) antara lain menyebutkan: (1) behaviorisme (Ivan Pavlov): Classical Conditioning; E.L Thorndike: Hukum pengaruh ; B.F Skinner: Operant Conditioning); (2) Cognitive (Akomodasi dan Asimilasi dari Piagiet; belajar bermakna dari Ausubel; Skemata) dan sebagainya tentu saja amat berguna dalam pengembangan kurikulum.Y. Marpaung (2000: 2) dalam hasil wawancaranya dengan guru antara lain menyebutkan bahwa apabila siswa ditanya oleh guru dan apabila pertanyaan yang diajukan oleh guru agak sulit dan mereka tidak yakin bahwa jawabannya benar maka mereka akan diam. Hasil penelitian Munawir Yusuf (1997: iii) menyebutkan bahwa terdapat: (1) 68% siswa yang mengalami kesulitan belajar menbaca, (2) 71,8 % kesulitan belajar menulis, dan (3) 62,2% kesulitan belajar berhitung. Dua contoh tersebut di atas merupakan satu dari masalah yang berkaitan dengan hal "bagaimana" seharusnya memperoleh perolehan, sehingga peserta didik diajak untuk berfikir dan menghayati bahan ajarnya.
Gencarnya perkembangan iptek menuntut adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka dapat memasuki dunia yang amat kompetitif. Berkaitan dengan hal tersebut, M.S.U Munandar (1987: 56-59) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada.
Dari beberapa pemikiran yang telah dikemukakan di atas, pengembangan kurikulum "Pendidikan Teknologi " untuk siswa di jenjang pendidikan dasar nampaknya merupakan salah satu alternatif yang "dapat" mengatasi masalah berkaitan dengan pembudayaan teknologi. Pendidikan teknologi pada hakikatnya merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dimana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani peralatan hasil teknologi, memahami teknologi dan dampak lingkungan, serta membuat peralatan-peralatan teknologi sederhana melalui kegiatan-kegiatan merancang dan membuat (BTE, 1998: 7).
B.     Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Manfaat dan perkembangan teknologi informasi telah merubah cara belajar dan mengajar dari kondisi tradisional. Pengembangan teknologi informasi online memudahkan siswa memilih cara memperoleh informasi. Dan guru dapat mengajar melalui media online dan berkomunikasi secara fleksibel dalam berinteraksi (Siew Choo Soo, 2002).
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain. 
C.    Tujuh Peranan Teknologi Informasi
Sesuai dengan hakekat dan karakteristiknya, paling tidak terdapat 7 (tujuh) peranan utama teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Ketujuh peranan strategis tersebut terkait langsung dengan 4 (empat) pilar utama penopang arsitektur sistem institusi pendidikan yang baik – yaitu konten dan kurikulum, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan kultur, serta fasilitas dan jaringan prasarana – yang ditunjangoleh 3 (tiga) entitas pendukung operasional,masing-masing adalah infrastruktur dan suprastruktur, kegiatan operasional terpadu, dan sistem manajemen mutu.
Berdasarkan sejumlah aspek inilah maka diturunkan 7 (tujuh) peranan teknologi informasi (Indrajit, 2005), yaitu:
  1. Teknologi informasi merupakan sumber atau gudang ilmu pengetahuan karena dengan memanfaatkan jaringan raksasa semacam internet, pengajar maupun peserta didik dapat mengakses secara bebas ribuan bahkan jutaan sumber pengetahuan di seluruh dunia disamping memberikan kesempatan bagi para stakeholder pendidikan untuk saling berinteraksi di dunia maya dengan menggunakan berbagai fasilitas seperti chatting, email, mailing list, newsboard, dan discussion forum.
  2. Teknologi informasi sebagai alat bantu pengajar maupun peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan memanfaatkan komputer dan sejumlah aplikasinya sebagai media simulasi, alat bantu ilustrasi, sarana interaksi, dan lain sebagainya;
  3. Teknologi informasi sebagai standar kompetensi dan keahlian yang harus dimiliki oleh pengajar, peserta didik, penyelenggara pendidikan, dan stakeholder terkait lainnya (misalnya: orang tua, pemerintah, dan masyarakat) karena merupakan prasyarat mutlak agar pendidikan berbasis teknologi informasi dapat dilakukan secara efektif.
  4. Teknologi informasi sebagai peluang terjadinya sebuah transformasi sistem pendidikan masa depan terutama dengan diperkenalkannya sejumlah konsep semacam e-library, virtual class, digital library, dan lain-lain yang tidak lagi bergantung pada batasan-batasan fisik dari sumber daya (Morton, 1991);
  5. Teknologi informasi sebagai alat penunjang manajemen institusi pendidikan dalam proses pengambilan keputusan strategis maupun operasional, terutama terkait dengan pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pemantauan kinerja institusi, seperti implementasi decision support system, executive information system, management information system, dan lain sebagainya (Scott, 1994);
  6. Teknologi informasi sebagai sarana memadukan beragam fungsi dan proses di dalam penyelenggaraan administrasi pendidikan, terutama yang menyangkut mengenai alokasi sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik, ruang kelas, peralatan, dan lain sebagainya) maupun hal-hal penopang lainnya, seperti sistem informasi keuangan, sumber daya manusia, pengadaan dan logistik, dan manajemen dokumen (Sprague, 1993);
  7. Teknologi informasi sebagai infrastruktur dan suprastruktur institusi pendidikan, dalam arti kata bahwa lembaga yang bersangkutan harus memiliki akses terhadap jaringan infrastruktur yang menghubungkan seluruh komputer yang dimilikinya dan tentu saja menyusun beragam kebijakan dan peraturan pelaksanaan penggunaannya
D.    Kreativitas dan Kemandirian Belajar
Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. 
E.     Media Pembelajaran
Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh menempuh ruang dan waktu untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email.
Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring dan mailing list. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di Sulawesi dapat berdiskusi masalah teknologi komputer dengan seorang pakar di universitas.
Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharing information juga sangat dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel). Hasilhasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat digunakan bersamasama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan teknologi.
Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan virtual university ini adalah www.ibuteledukasi.com . Mungkin sekarang ini virtual university layanannya belum efektif karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan virtual university ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal semisal video streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpiimpikan oleh setiap ahli IT di dunia pendidikan.
Virtual school juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke depan. Bagi Indonesia, manfaatmanfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan. Untuk merangkumkan manfaat Internet bagi bidang pendidikan di Indonesia:
Ø  Akses ke perpustakaan; 
Ø  Akses ke pakar;
Ø  Melaksanakan kegiatan kuliah secara online;
Ø  Menyediakan layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan; 
Ø  Menyediakan fasilitas mesin pencari data; 
Ø  Meyediakan fasilitas diskusi; 
Ø  Menyediakan fasilitas direktori alumni dan sekolah; 
Ø  Menyediakan fasilitas kerjasama; 
Ø  Dan lain lain. 
F.     Kendala
Jika memang IT dan internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin.
Kesiapan pemerintah Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini.
Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Perlu diketahui bahwa cyber law belum diterapkan pada dunia hukum di Indonesia.
Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah.
Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet.Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan. Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan (Nurdin Salmi,2005).
G.    Peran guru
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak.
Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa.
Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.


BAB III
PENUTUP

Guna mempersiapkan sumber daya manusia yang handal dalam memasuki era kesejagadan, yang salah satunya ditandai dengan sarat muatan teknologi, salah satu komponen pendidikan yang perlu dikembangkan adalah kurikulum yang berbasis pendidikan teknologi di jenjang pendidikan dasar.Bahan kajian ini merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani produk-produk teknologi, membuat peralatan-peralatan teknologi sederhana melalui kegiatan merancang dan membuat, dan memahami teknologi dan lingkungan.
Kemampuan-kemampuan seperti memecahkan masalah, berpikir secara alternatif, menilai sendiri hasil karyanya dapat dibelajarkan melalui pendidikan teknologi. Untuk itu, maka pembelajaran pendidikan teknologi perlu didasarkan pada empat pilar proses pembelajaran, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.


















DAFTAR PUSTAKA

Potensi Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas,http://edukasi.net/artikel_files/POTENSI%20TEKNOLOGI%20INFORMASI%20DAN%20KOMUNIKASI%20DALAM%20PENINGKATAN%20MUTU%20PEMBELAJARAN%20DI%20KELAS.doc
Penulis : Prof. Dr. H. Mohamad Surya

Computer Mediated Communication – Email Group to Facilitate Student Learning,http://www.ecu.edu.au/conferences/herdsa/main/papers/nonref/pdf/SiewChooSoo.pdf
Penulis : Dr Siew Choo Soo

Teknologi Informasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan,
http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?article_id=65750
Penulis : Drs Nurdin Salmi

Kurikulum Pendidikan Teknologi Suatu Kebutuhan yang Tidak Pernah Terlambat,
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/28/kurikulum_pendidikan_teknologi_s.htm


KENTUNGAN MATEMATIKA
TEKHNOLOGI ALAT PERAGA PEMBELAJARAN
Oleh : Endang Sasmita Sagita

Pendahuluan
Pikiran seseorang adalah sumber dari segala sumber kehidupan, dalam bekerja butuh suatu pikiran, dalam menulis perlu penalaran, dalam mengajar juga butuh pemikiran yang dituangkan dalam RPP, dalam berbisnispun butuh pemikiran, Matematika  adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan dan daya pikir yang tinggi terhadap bentuk-bentuk suatu struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal tersebut. Untuk dapat memahaminya, diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat dalam Matematika. Karena sifatnya yang abstrak, maka dalam pembelajaran matematika masih diperlukan benda-benda yang menjadi perantara atau alat peraga yang berfungsi untuk mengkonkritkan sehingga fakta-faktanya lebih jelas dan lebih mudah diterima oleh siswa. Oleh karena itu, wajar apabila   matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa usia sekolah dasar.
Prestasi siswa dalam belajar matematika di Indonesia masih dalam katagori rendah yaitu berdasarkan Program for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) mengadakan survei tentang kemampuan siswa dan sistem pendidikan, Indonesia memperoleh peringkat 64 dari 65 negara. Beberapa laporan menyebutkan faktor penyebab antara lain kurangnya kualitas materi pelajaran, metode pembelajaran yang makanistik, model pembelajaran yang monoton maupun sulitnya pelajaran matematika.
Salah satu penyebab kegagalan dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak memahami konsep-konsep matematika. Siswa yang menguasai secara konsep matematika, akan memperoleh jalan untuk memecahkan persoalan matematika. Sering kita temui dalam kegiatan pembelajaran siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal matematika, terutama ketika menerapkan hitungan, perkalian, pengurangan maupun pembagian. Hal ini disebabkan karena konsep urutan hitungan yang beruntun yang mendahulukan perkalian dan pembagian setelah itu penjumlahan atau pengurangan tidak dipahami.
Berdasarkan hal tersebut di atas untuk memahami suatu konsep matematika, siswa masih harus diberikan rangkaian kegiatan nyata yang dapat diterima akal mereka. Dengan  demikian alat bantu belajar atau biasa disebut media sangatlah diperlukan dalam pembelajaran matematika, untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna, mengaktifkan dan menyenangkan. Alat peraga matematika adalah sebuah atau seperangkat benda konkrit yang   dibuat, dirancang, dihimpun atau disusun secara sengaja, yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.
Dalam tulisan ini akan diperkenalkan sebuah alat peraga bernama Kentungan matematika tentang bagaimana cara menggunakannya dalam menyelesaikan soal hitungan penjumlahan dan pengurangan pada operasi hitung matematika yang bisa diterapkan pada siswa kelas satu, dua, dan tiga karena siswa pada masa ini masih berpikir pada tahap operasional konkrit.

Pembahasan
Matematika adalah ilmu deduktif yang bekerja atas kebenaran konsisten. Pada prinsipnya seorang pendidik wajib menguasai tahap perkembangan pengetahuan siswa, Perkembangan kognitif menurut Piaget adalah :
a.    Tahap sensori motor ( dari lahir sampai 2 tahun )
b.   Tahap pra operasi ( 2 tahun sampai 7 tahun )
c.    Tahap operasi kongkrit ( 7 tahun sampai 11-12 tahun )
d.   Tahap operasi formal ( sekitar 11 tahun sampai dewasa )
            Sedangkan menurut Bruner perkembangan perilaku kognitif dibagi menjadi tiga periode yaitu :
a.    Enactive stage, merupakan suatu masa di mana individu berusaha memahami lingkungannya, fase ini mirip dengan tahap sensori motor dari Piaget.
b.    Iconic stage, yang mendekati pada tahapan pra operasional dari Piaget.
c.    Simbolic stage, yang juga mendekati kepada ciri – ciri fase operasi formal menurut Piaget.
Berkaitan dengan usia peserta didik Sekolah Dasar yang berkisar 6 atau 7 tahun sampai dengan 12 tahun, apabila kita lihat dengan pendapat Piaget di atas mereka berada pada tahap operasi kongkrit atau pada fase simbolik menurut Bruner. Perilaku kognitif pada tahap ini adalah nampak pada kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika walau masih terikat dengan objek yang bersifat kongkrit. Padahal matematika merupakan ilmu deduktif dan abstrak sehingga terdapat kesenjangan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan strategi pembelajaran, metode dan media yang cocok untuk pembelajaran matematika agar peserta didik dapat memahami konsep yang disampaikan. Seorang Pendidik harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika agar peserta didik lebih mudah dalam menangkap pelajaran matematika.
Penggunaan kentungan matematika, sebagai benda konkret, dimaksudkan untuk memberikan lingkungan belajar awal yang cocok untuk dapat mengkonstruksi pemahaman atau mengembangkan konsep nilai tempat dan juga mengembangkan pengetahuan konseptual nilai tempat serta untuk menghubungkan konsep nilai tempat dengan simbolisme dalam penjumlahan dan pengurangan. 
Kentungan Metematika adalah Tekhnologi alat peraga yang terbuat dari bambu atau kaleng bekas minuman yang terdiri dari tiga buah bagian dan tiap bagiannya diberi label ratusan, puluhan, dan satuan dengan sumpit atau sedotan yang berjumlah tiga puluh enam batang sebagai symbol angka pada nilai tempat, yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan.
Cara menggunakan kentungan matematika:
1.      Untuk menjelaskan nilai tempat, Sebagai contoh:
-          menunjukkan  lambang  bilangan  : 451 (empat ratus lima puluh satu), Empat batang sumpit di tempatkan pada bambu yang berlabel ratusan, lima batang sumpit pada label puluhan, dan satu batang sumpit pada label satuan.
-          menunjukkan  lambang bilangan : 305 (tiga ratus lima), Tiga batang sumpit di tempatkan pada bambu yang berlabel ratusan, pada label puluhan tidak ada batang sumpit ini menandakan bahwa pada bambu tersebut adalah angka nol, dan lima batang sumpit pada label satuan.
2.      Menjelaskan operasi penjumlahan pada bilangan asli
Dalam  melakukan  operaspenjumlahan  selalu  dimuladengan  menjumlahkan satuan terlebih dahulu, diikuti puluhan,  kemudian ratusan dan berikutnya ribuan demikian seterusnya, sebagai contoh misalnya memperagakan operasi penjumlahan : 304 + 33 = .. Caranya sebagai berikut :
-          pertama-tama pendidik menunjukkan cara memperagakan lambang  bilangan  304 dengan menggunakan kentungan matematika, Tiga batang sumpit di tempatkan pada bambu yang berlabel ratusan, pada bambu puluhan dikosongkan, dan empat batang sumpit pada label satuan karena ditambah dengan 33 maka untuk selanjutnya tempat satuan ditambahkan 3 batang sumpit sehingga pada bambu yang berlabel satuan berjumlah tujuh batang sumpit dan yang terakhir tempat puluhan ditambah 3 buah batang sumpit, sehingga tampak  pada  kentungan matematika:  tempat  ratusan  ada  3  buah  sumpit, tempat  puluhan  ada  3  buah  sumpit,  dan  tempat  satuan  ada  7  buah sumpit. Artinya, 304 + 33 = 337 (tiga ratus tiga puluh tujuh).
3.      Menjelaskan operasi pengurangan pada bilangan asli
Melakukan operasi pengurangan juga selalu dimulai dengan mengurangkan satuan terlebih dahulu, diikuti puluhan, dan berikutnya ratusan, demikian seterusnya. Menunjukkan/memperagakan operasi pengurangan : 247 132 =……
-          Mula-mula diperagakan (dengan kentungan matematika) lambang bilangan 247, dua batang sumpit di tempatkan pada bambu yang berlabel ratusan, empat batang sumpit pada label puluhan, dan tujuh batang sumpit pada label satuan, karena dikurangi 132 maka untuk menyelesaikan soal tersebut adalah sumpit yang berada di tempat satuan diambil 2 buah, sumpit di tempat puluhan  diambil 3 buah, dan yang terakhir sumpit di tempat ratusan diambil 1 buah sehingga menjadi satu buah sumpit di bambu yang berlabel ratusan, satu buah sumpit di label puluhan dan lima buah batang sumpit di tempat satuan artinya, 247 132 = 115

Kesimpulan
            Berdasarkan paparan di atas haram hukumnya seorang pendidik yang mengajar mata pelajaran metematika pada peserta didik tahapan operasional konkrit, tanpa menggunakan alat peraga sebagai media penghubung antara benda konkrit ke abstrak, kerena bertentangan dengan teori – teori belajar yang ada, oleh karena itu, seyogianya para pendidik wajib menggunakan alat peraga sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas, Kentungan Matematika adalah salah satu alat peraga yang dapat membantu peserta didik dalam mengerjakan soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan matematika.

Penulis
ENDANG SASMTA SAGITA, S.Pd
GURU SD NEGERI SUKADANA
UPT PENDIDIKAN KEC. KASEMEN

KOTA SERANG – PROV. BANTEN