TUGAS INDIVIDU
P A P E R
PERAN TIK DALAM
PENINGKATAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : TEKHNOLOGI INFORMASI DAN PENDIDIKAN
DOSEN : Dr.Ir.H FATAH SULAIMAN
OLEH :
ENDANG SASMITA
SAGITA
NIM : 7772140026
KELAS: TPM E
PROGRAM
PASCASARJANA
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi Komunikasi
dan Informasi Dalam Pendidikan Perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya
dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya
penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari
pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas di mana dan kapan saja, (3) dari
kertas ke“on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan
kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media
pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon,
komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya
dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan
media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan
langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam
lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang
maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah
berkembangnya apa yang disebut“cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu
proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang
makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran
dengan menggunakan media Teknologi Komunikasi dan Informasi khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan
teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang
belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learningmerupakan jaringan dengan
kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar
atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer
dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada
pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran
tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai
model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training),
CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE
(Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated
Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT
(Web-Based Training), dan sebagainya.
Satu bentuk produk TIK
adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad
21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan
umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu
instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi
transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal
batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat
mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan
pada gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam
kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi
internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang
kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan
pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global.
Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola
kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau
bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan
kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah
mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional
yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di
kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang,
arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat
global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan
kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian
maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat
terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.
Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan
dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran
berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai
aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan,
dsb, termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi
kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan
disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts
at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era
millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti
sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak
terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang
kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "Cyber
Classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak
melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola
belajar yang disebut "interactive learning" atau
pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan
dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui
jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar.
Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan
pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa
dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses
pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan
materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator
pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu,
secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah
bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa:
(1) Komputer Notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan
materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau
didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam
tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk
masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat
lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) Alat-alat musik, (5) Alat
olah raga, dan (6) Bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa
segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang
bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Meskipun teknologi
informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak
menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di
sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan
kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri
dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses
pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran
yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin
adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak
kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak
sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan
peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar,
berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola
kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama
yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah
masing-masing.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Landasan
Pemikiran
Mengingat begitu pentingnya peranan
kurikulum di dalam sistem pendidikan dan dalam perkembangan proses kehidupan
manusia, maka pengembangan kurikulum harus dikerjakan dengan teliti.
Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan
atas berbagai hal, misalnya landasan filosofis, analisis, psikologis, empiris,
politis dan lain sebagainya.
Dalam UU No. 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 menegaskan paling tidak
terdapat dua tujuan Pendidikan Nasional, yaitu memiliki pengetahuan dan
keterampilan. Menurut Soedijarto (1993: 70) pendidikan nasional selain
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa masih dituntut pula untuk : (1)
meningkatkan kualitas manusia, (2) meningkatkan kemampuan manusia termasuk
kemampuan mengembangkan dirinya, (3) meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
manusia, dan (4) ikut mewujudkan tujuan nasional. Dengan menyadari hal itu,
pengembangan kurikulum perlu selalu berorientasi pada perkembangan zaman dan
masyarakat.
Selanjutnya dalam Pasal
37 UU No. 2 Tahun 1989, menyiratkan kaidah-kaidah, bahwa kurikulum harus dapat
memberikan suatu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk dapat:
(1) mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan serta kemampuan
mengembangkan diri (2) kemampuan akademik dan atau profesional untuk
menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun
untuk kesenian (Soedijarto, 1993: 47).
Sementara itu Ki Hajar
Dewantara (1946: 15) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan faktor penting
sebagai akar pendidikan suatu bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
mengembangkan kurikulum, kedudukan kebudayaan merupakan variabel yang penting.
Winarno Surakhmad
(2000: 4) menyatakan bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang
mengutamakan kemandirian dan menghargai kodrat, hak serta prestasi manusia. Ini
berarti dalam pengembangan kurikulum sesuatu yang konkrit dan bersifat empiris
dari suatu komunitas sosial tidak dapat dipisahkan, di samping tuntutan
kemampuan masyarakat itu sendiri.
Dengan bercermin pada kondisi masyarakat
Indonesia saat ini yang sedang ditempa oleh fenomena sosial yang amat besar
yaitu gelombang reformasi dan isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia
dan lingkungan hidup, maka perlu kajian-kajian yang mendalam guna reposisi
maupun reorientasi kurikulum.
Tuntutan masyarakat
pada hakikatnya adalah amat kompleks dan beragam, sebab hal ini erat kaitannya
dengan kondisi psikologis tiap-tiap individu. Perbedaan individu berhubungan
dengan perkembangannya, latar belakang sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa
dari kelahirannya, merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kurikulum.
Landasan lain yang
diperlukan dalam pengembangan kurikulum adalah teori belajar, yaitu tentang
bagaimana peserta didik belajar. Banyak sekali teori belajar yang dikenal saat
ini. Teori-teori tersebut dikembangkan terutama dari psikologi, Ratna Wilis
Dahar (1989) antara lain menyebutkan: (1) behaviorisme (Ivan Pavlov): Classical
Conditioning; E.L Thorndike: Hukum pengaruh ; B.F Skinner: Operant
Conditioning); (2) Cognitive (Akomodasi dan Asimilasi dari Piagiet; belajar
bermakna dari Ausubel; Skemata) dan sebagainya tentu saja amat berguna dalam
pengembangan kurikulum.Y. Marpaung (2000: 2) dalam hasil wawancaranya dengan
guru antara lain menyebutkan bahwa apabila siswa ditanya oleh guru dan apabila
pertanyaan yang diajukan oleh guru agak sulit dan mereka tidak yakin bahwa
jawabannya benar maka mereka akan diam. Hasil penelitian Munawir Yusuf (1997:
iii) menyebutkan bahwa terdapat: (1) 68% siswa yang mengalami kesulitan belajar
menbaca, (2) 71,8 % kesulitan belajar menulis, dan (3) 62,2% kesulitan belajar
berhitung. Dua contoh tersebut di atas merupakan satu dari masalah yang
berkaitan dengan hal "bagaimana" seharusnya memperoleh perolehan,
sehingga peserta didik diajak untuk berfikir dan menghayati bahan ajarnya.
Gencarnya perkembangan
iptek menuntut adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka dapat memasuki
dunia yang amat kompetitif. Berkaitan dengan hal tersebut, M.S.U Munandar
(1987: 56-59) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada.
Dari beberapa pemikiran
yang telah dikemukakan di atas, pengembangan kurikulum "Pendidikan
Teknologi " untuk siswa di jenjang pendidikan dasar nampaknya merupakan
salah satu alternatif yang "dapat" mengatasi masalah berkaitan dengan
pembudayaan teknologi. Pendidikan teknologi pada hakikatnya merupakan materi
pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
dimana peserta didik diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan
kemasyarakatan, memahami dan menangani peralatan hasil teknologi, memahami
teknologi dan dampak lingkungan, serta membuat peralatan-peralatan teknologi
sederhana melalui kegiatan-kegiatan merancang dan membuat (BTE, 1998: 7).
B. Pergeseran
pandangan tentang pembelajaran
Manfaat dan
perkembangan teknologi informasi telah merubah cara belajar dan mengajar dari
kondisi tradisional. Pengembangan teknologi informasi online memudahkan siswa
memilih cara memperoleh informasi. Dan guru dapat mengajar melalui media online
dan berkomunikasi secara fleksibel dalam berinteraksi (Siew Choo Soo, 2002).
Untuk dapat
memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus
diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi
digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2)
harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi
siswa dan guru, dan (3) guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam
menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar
mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka
telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di
luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa
sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan
berat, (2) upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan
penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang
dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan
terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah
terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:
(1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses
linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan
kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat,
dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas,
perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban
peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1)
sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator,
navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan
mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih
banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses
pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami
perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan
aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan
menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai
aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan
siswa lain.
C. Tujuh Peranan
Teknologi Informasi
Sesuai dengan hakekat
dan karakteristiknya, paling tidak terdapat 7 (tujuh) peranan utama teknologi
informasi dalam dunia pendidikan. Ketujuh peranan strategis tersebut terkait
langsung dengan 4 (empat) pilar utama penopang arsitektur sistem institusi
pendidikan yang baik – yaitu konten dan kurikulum, proses belajar mengajar,
sumber daya manusia dan kultur, serta fasilitas dan jaringan prasarana – yang
ditunjangoleh 3 (tiga) entitas pendukung operasional,masing-masing adalah infrastruktur
dan suprastruktur, kegiatan operasional terpadu, dan sistem manajemen mutu.
Berdasarkan sejumlah
aspek inilah maka diturunkan 7 (tujuh) peranan teknologi informasi (Indrajit,
2005), yaitu:
- Teknologi
informasi merupakan sumber atau gudang ilmu pengetahuan karena dengan
memanfaatkan jaringan raksasa semacam internet, pengajar maupun peserta
didik dapat mengakses secara bebas ribuan bahkan jutaan sumber pengetahuan
di seluruh dunia disamping memberikan kesempatan bagi para stakeholder
pendidikan untuk saling berinteraksi di dunia maya dengan menggunakan
berbagai fasilitas seperti chatting, email, mailing list, newsboard, dan
discussion forum.
- Teknologi
informasi sebagai alat bantu pengajar maupun peserta didik dalam melakukan
aktivitas pembelajaran, misalnya dengan memanfaatkan komputer dan sejumlah
aplikasinya sebagai media simulasi, alat bantu ilustrasi, sarana
interaksi, dan lain sebagainya;
- Teknologi
informasi sebagai standar kompetensi dan keahlian yang harus dimiliki oleh
pengajar, peserta didik, penyelenggara pendidikan, dan stakeholder terkait
lainnya (misalnya: orang tua, pemerintah, dan masyarakat) karena merupakan
prasyarat mutlak agar pendidikan berbasis teknologi informasi dapat
dilakukan secara efektif.
- Teknologi
informasi sebagai peluang terjadinya sebuah transformasi sistem pendidikan
masa depan terutama dengan diperkenalkannya sejumlah konsep semacam
e-library, virtual class, digital library, dan lain-lain yang tidak lagi
bergantung pada batasan-batasan fisik dari sumber daya (Morton, 1991);
- Teknologi
informasi sebagai alat penunjang manajemen institusi pendidikan dalam
proses pengambilan keputusan strategis maupun operasional, terutama
terkait dengan pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pemantauan
kinerja institusi, seperti implementasi decision support system, executive
information system, management information system, dan lain sebagainya
(Scott, 1994);
- Teknologi
informasi sebagai sarana memadukan beragam fungsi dan proses di dalam
penyelenggaraan administrasi pendidikan, terutama yang menyangkut mengenai
alokasi sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik, ruang kelas,
peralatan, dan lain sebagainya) maupun hal-hal penopang lainnya, seperti
sistem informasi keuangan, sumber daya manusia, pengadaan dan logistik,
dan manajemen dokumen (Sprague, 1993);
- Teknologi
informasi sebagai infrastruktur dan suprastruktur institusi pendidikan,
dalam arti kata bahwa lembaga yang bersangkutan harus memiliki akses
terhadap jaringan infrastruktur yang menghubungkan seluruh komputer yang
dimilikinya dan tentu saja menyusun beragam kebijakan dan peraturan
pelaksanaan penggunaannya
D. Kreativitas
dan Kemandirian Belajar
Dengan memperhatikan
pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK
mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran
baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya
individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas
pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai
infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui
penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan
sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan
TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan
mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Dalam menghadapi
tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat
diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat
diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama,
kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya,
kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam
pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan
keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari
segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki
kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya
kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik
dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa,
menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman
baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai
dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat
dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang
penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk
mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian
didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi
tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan
bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat
terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan
ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK
memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa.
Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya
baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih
jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh
berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga
meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi
berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas,
kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap pihak lain.
E. Media
Pembelajaran
Kerjasama antar pakar
dan juga dengan mahasiswa yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan
dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh
menempuh ruang dan waktu untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah
masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email.
Makalah dan penelitian
dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email,
ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring dan mailing list. Bayangkan
apabila seorang mahasiswa di Sulawesi dapat berdiskusi masalah teknologi
komputer dengan seorang pakar di universitas.
Mahasiswa dimanapun di
Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan
di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharing information
juga sangat dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang
(reinvent the wheel). Hasilhasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga
penelitian dapat digunakan bersamasama sehingga mempercepat proses pengembangan
ilmu dan teknologi.
Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual university
memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang
diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa,
berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta
mungkin hanya dapat diisi 40 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh
siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan virtual university ini adalah
www.ibuteledukasi.com . Mungkin sekarang ini virtual university layanannya
belum efektif karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan
virtual university ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal semisal
video streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga
tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpiimpikan oleh
setiap ahli IT di dunia pendidikan.
Virtual school juga
diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke depan. Bagi
Indonesia, manfaatmanfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan
yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan.
Untuk merangkumkan manfaat Internet bagi bidang pendidikan di Indonesia:
Ø Akses
ke perpustakaan;
Ø Akses
ke pakar;
Ø Melaksanakan
kegiatan kuliah secara online;
Ø Menyediakan
layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan;
Ø Menyediakan
fasilitas mesin pencari data;
Ø Meyediakan
fasilitas diskusi;
Ø Menyediakan
fasilitas direktori alumni dan sekolah;
Ø Menyediakan
fasilitas kerjasama;
Ø Dan
lain lain.
F. Kendala
Jika memang IT dan
internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun
ada beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat
digunakan seoptimal mungkin.
Kesiapan pemerintah
Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini.
Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya manusia,
proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat
hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi
operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan
baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Perlu diketahui bahwa cyber law
belum diterapkan pada dunia hukum di Indonesia.
Selain itu masih
terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi,
multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk
pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya
penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih
belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu perlu dipikirkan
akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah.
Sementara itu tempat
akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di kampus,
sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet.Hal ini tentunya dihadapkan
kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya
terpulang juga kepada pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan
iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang
pendidikan. Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk
mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan (Nurdin Salmi,2005).
G. Peran guru
Semua hal itu tidak
akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang
berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru
maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan
TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai
seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi
pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus
bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu,
karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu
sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V.
Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran
guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor,
manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai
pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi
siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan
kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan
tidak memberikan satu cara yang mutlak.
Hal ini merupakan
analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk
dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan
mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi
belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana
psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping
itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke
arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki
kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan
kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang
pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan
tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa.
Hal ini mengandung
makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia
sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu
menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku
menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat
kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara
terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan
kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan
inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi
yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga
yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya.
Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai
basis kualitas profesionalismenya.
BAB III
PENUTUP
Guna mempersiapkan
sumber daya manusia yang handal dalam memasuki era kesejagadan, yang salah
satunya ditandai dengan sarat muatan teknologi, salah satu komponen pendidikan
yang perlu dikembangkan adalah kurikulum yang berbasis pendidikan teknologi di
jenjang pendidikan dasar.Bahan kajian ini merupakan materi pembelajaran yang
mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta didik
diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami
dan menangani produk-produk teknologi, membuat peralatan-peralatan teknologi
sederhana melalui kegiatan merancang dan membuat, dan memahami teknologi dan
lingkungan.
Kemampuan-kemampuan
seperti memecahkan masalah, berpikir secara alternatif, menilai sendiri hasil
karyanya dapat dibelajarkan melalui pendidikan teknologi. Untuk itu, maka
pembelajaran pendidikan teknologi perlu didasarkan pada empat pilar proses
pembelajaran, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together.
DAFTAR
PUSTAKA
Potensi Teknologi
Informasi dan Komunikasi Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di
Kelas,http://edukasi.net/artikel_files/POTENSI%20TEKNOLOGI%20INFORMASI%20DAN%20KOMUNIKASI%20DALAM%20PENINGKATAN%20MUTU%20PEMBELAJARAN%20DI%20KELAS.doc
Penulis : Prof. Dr. H. Mohamad Surya
Computer
Mediated Communication – Email Group to Facilitate Student
Learning,http://www.ecu.edu.au/conferences/herdsa/main/papers/nonref/pdf/SiewChooSoo.pdf
Penulis : Dr Siew Choo Soo
Teknologi
Informasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan,
http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.php?article_id=65750
Penulis : Drs Nurdin Salmi
Kurikulum
Pendidikan Teknologi Suatu Kebutuhan yang Tidak Pernah Terlambat,
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/28/kurikulum_pendidikan_teknologi_s.htm